Tidak Akan Pernah Kenyang dari Al Qur'an

by - 3:00:00 PM


Kalian ingat salah satu nasehat emas dari seorang khalifah bernama Utsman bin Affan radhiyallahu'anhu? Salah satu nasehat itu berbunyi, "Jikalau hati kalian jernih, maka ia tidak akan pernah kenyang dari Al Qur'an." Bukankah nasehat ini begitu rupawan? Apakah nasehat rupawan ini membawa kita pada satu pertanyaan? 

"Bagaimana dengan hatiku? Apakah ia sejernih air yang mengalir? Apakah ia selalu kerontang akan firman-firman Rabbul 'alamin?"

Penulis yakin kita semua akan menghenikan diri dan bertanya secara mendalam. Nasehat itu membuat kita ingin kembali menelisik soal kedekatan kita dengan Al Qur'an Al Karim. Lantas, ketika jawabannya tidak membuat kita puas, kita kembali menyusuri pengheningan dengan lebih mendalam, "bagaimana mungkin?".

Dr. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Muqbil memberikan penjelasan apik tentang nasehat yang dikemukakan oleh khalifah Umar radhiyallahu 'anhu. Dr. Umar mengungkapkan bahwa nasehat itu menjadi gambaran tentang hati-hati kita yang terjangkit penyakit. Penyakit yang menyinggahi hati seperti riya', iri (dengki) atau hasad, dendam, dan semisalnya telah menghalau hati kita untuk merasakan manfaat dari Al Qur'an.


Seorang ulama, yang penulis lupa namanya, pernah pula memberikan nasehat berkenaan dengan hati. Hati bagaikan percampuran antara air dan minyak. Air, bagaimanapun, mustahil bercampur dengan minyak. Sebagaimana ketaqwaan yang tidak akan pernah mungkin menjadi satu dengan kemaksiatan.

Sehingga, apabila kita menghiasi relung-relung hati dengan ketaqwaan, kemaksiatan pun sulit untuk menguasai. Tetapi, bagaimana jika sebaliknya? 

Kemaksiatan yang menguasai hati tentu hanya akan menggelapkan dan melemahkannya dari faedah Al Qur'an. Sementara, ketika kita berusaha untuk menjernihkannya kembali, maka Allah jadikan Al Qur'an itu sebagai penawar bagi orang-orang beriman.

"Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian."
(Q.S. Al Isra' [17]: 82)

Dr. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Muqbil menambahkan bahwa pemilihan kata 'tidak kenyang' oleh Utsman radhiyallahu 'anhu adalah sangat tepat. Dr. Umar kemudian berpendapat bahwa di dalam hati ada rasa lapar yang tidak bisa ditutupi oleh sesuatu sebagaimana ditutupi oleh ke-bergantung-an dengan al-Qur`an, membaca, mendengar, dan mentadabburinya.

Utsman radhiyallahu ‘anhu, yang tidak pernah kenyang terhadap Al Qur’an, mengungkapkan, “Aku tidak suka bahwa datang kepadaku satu hari dan satu malam kecuali aku melihat kepada Kalamullah”. Dalam satu lafadz yang lain: “...kepada perjanjian Allah subhanahu wa ta’ala”. 

Dr. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Muqbil mengomentari ungkapan tersebut dengan menyatakan bahwa Utsman radhiyallahu 'anhu itu tak lain adalah seorang khalifah. Pada saat kepemimpinannya, terjadi penaklukan besar di berbagai negeri. Maka, di manakah orang-orang yang berlalu atasnya malam dan siang, sementara ia tidak sempat membuka selembar pun dari al-Qur`an, dan lagi ia tidak terikat tanggung jawab apa-apa?


Referensi:
Dr. Umar bin Abdullah bin Muhammad al-Muqbil. (2015). Mutiara Nasehat Dzun Nurain Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu (Muhammad Iqbal A. Gazali, Penerjemah). Diakses pada 21 Februari, 2017, dari https://islamhouse.com/id/articles/806127/.

You May Also Like

0 comments